MENGEJAR KETERTINGGALAN UKM POTENSIAL EKSPORT

MENGEJAR KETERTINGGALAN UKM POTENSIAL EKSPORT

Ada yang menarik disampaikan oleh Fernanda Reza dari Free Trade Agreement Center dalam even Training of Mentor (TOM) Asean Mentorship for Entrepreneurs Network (AMEN) pada 6-7 Februari kemaren yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi bersaama dengan Asosiasi Business Development Servise (ABDSI) dan platform LUNAS.

Apa hal yang menggelitik tersebut? Ternyata kita ketinggalan 5 tahun dibandinkan dengan negara negara ASEAN lainnya dalam menghadapi revolusi industry 4.0. Konsekwensinya jelas, UKM kita menyambut era MEA atau Free Trade Agreement ketinggalan dalam hal eksport dbandingkan dengan UKM dari negara Asean lainnya.

UKM sana sudah mengincar pasar Indonesia sebagai pasar terbesar Asean dengan mengamati secara detail tentang kebutuhan dari pasar tanah air. Sementara UKM disini masih sibuk berkutat soal produk dulu, baru bingung mencari pasar. Belum lagi persoalan UKM lainnya yang masih berkutat soal mindset atau SDM, permodalan maupun legalitas.

Sehingga berdasarkan informasi yang valid jangan heran bila ada orang orang dari negara Asean, seperti Malaysia, Singapura bahkan dari Brunai jalan jalan dengan uang cash yang banyak, ke pelosok kampung mencari produk produk UKM yang mereka beli dengan jumlah besar kemudian mereka kemas sendiri dengan label produk made in negara mereka.

Bahkan saya tahu sendiri karena dari temannya teman saya ada orang dari negara Asean yang sengaja datang ke Indonesia dan mendatangkan produk produk import berkontainer container, kemudian mereka bentuk tim pemasaran online dan menjual produk produk tersebut di Indonesia.

Sedemikian seksinya pasar di negeri ini, yang UKM kita sendiri masih bingung dan berputar pada problem pemasaran. Padahal kita adalah pasar terbesar di Asean.

Jujur saja saya sendiri kurang mengetahui secara detail seputar eksport import, namun mendengar informasi tersebut rasanya dengan jumlah UKM terbesar di Asean  yang mencapai 60 Juta lebih jumlah UKM di Indonesia, masa sih belum ada 5 persen saja yang mempunyai kapasitas siap eksport ?

Ternyata jumlah yang besar itu, lebih dari 90% adalah usaha mikro dan kebanyakan di sector informal, yang memilih menjadi UMKM karena itulah satu satunya tumpuan hidupnya setelah tidak berhasil masuk ke pekerjaan formal. Dan rasanya inilah PR yang berat bagi negara untuk mengurusnya.

Lalu bagaimana UKM kita mengejar ketertinggalan untuk siap bersaing di tingkat Asean ?

Ini yang ngomong mentor yang punya pengalaman puluhan tahun sebagai trader dan eksportir, ternyata kita tidak terlalu banyak berharap kepada UKM yang ada saat ini, karena mayoritas dari sisi SDM mereka sudah merasa puas dan memiliki etos yang rendah.

Berita bagusnya, ternyata perlu untuk menciptakan UKM UKM baru yang berorentasi eksport. UKM ini dibentuk dan didampingi secara intensif sehingga siap untuk bersaing di tingkat global. Dan rasanya UKM generasi baru ini sangat mungkin dari kalangan anak muda yang berfikir progresif dan inovatif dengan perubahan revolusi industry 4.0 ini.

Dan yang kedua dari UKM yang sudah ada dicari UKM UKM Unggulan yang produknya bagus dan mempunyai standar eksport, kemudian didampingi juga secara intensif, disiapkan legalitas dan aspek laiinnya hingga siap eksport. Dan berdasarkan pengalaman beliau pasti bisa kalau ada kemauan yang kuat dan produk yang dihasilkan bagus dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

Dan tampaknya kita perlu berterima kasih kepada para diaspora kita di luar negeri, khususnya para TKI kita yang menjadi konsumen potensial bagi UKM Kita untuk menjadi jembatan pemula ekspot, seperti salah satu contoh sahabat saya dari Pare. yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi eksportir kripik pisang  ke Timur Tengah.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *